01 Februari 2015

Book Review : Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulia



Hi February... finally, i meet this lovable month. A month that will change my life, that f*****g loneliness will be over soon :)

Self chalenge saia bulan ini adalah #3booksInAMonth. Dua buku sudah teronggok manis menunggu giliran untuk disikat, “Bulan Terbelah di Langit Amerika” & “30 Paspor Di Kelas Sang Profesor”. Self chalenge lainnya, akan segera menyusul.

Minggu pagi ini, seperti biasa, saia kembali nge-blog ditemani alunan soundrack TV Series Jepang favorit saia “Kekkon Shinai” dan rintik – rintik hujan diluar kamar. Sabtu – Minggu ini, memang jadwal saia untuk meringkuk cantik di kamar kos –kosan setelah beberapa minggu kemarin kelayapan kemana – mana, jadilah weekend ini saia mengambil hak “me time” dan menikmati damainya sendiri di dalam kamar.

Dua hari, cukup rasanya untuk menuntaskan buku “Sabtu Bersama Bapak” karangan Adhitya Mulia. Awal perkenalan saia dengan buku ini saat membaca deretan tweet beberapa waktu lalu. Prediksi saia saat itu adalah buku ini semacem buku yang “Cetek” dengan makna seujung jari kelingking (hehe, maaf ya Mas Adhit, saia under estimate duluan). Ternyata saia salah besar, buku ini sarat makna. Parenting gudeline yang simpel dan tidak pernah hadir dalam benak saia tema dan alur cerita yang seperti ini. Great job Mas Bro!!!

SBB (Sabtu Bersama Bapak), seorang Bapak (Pak Gunawan) yang berusaha menanamkan sifat ke-bapak-kan kepada kedua putranya Satya (Sulung) dan Cakra (Bungsu) dan mengajarkan kepada Sang Istri (Ibu Itje) cara hidup mandiri tanpa tergantung kepada orang lain termasuk anak – anak setelah wafatnya sang Suami.

Pak Gunawan

Yang saia suka dari karakter Pak Gunawan adalah he’s such a good planner. Seseorang yang menjunjung tinggi prinsip “Gagal merencanakan adalah merencanakan kegagalan”. Bagi beliau, semua aspek dalam hidup harus sudah dirancang jauh – jauh hari. Pendidikan, financial, pernikahan & rumah tangga. Dengan adanya perencanaan, goal setting setidaknya sudah 50% tercapai, tinggal bagaimana eksekusinya.

Jadi, Pak Gunawan ini mengidap kanker, usianya didiagnosa oleh dokter tinggal satu tahun ke depan. Sedih, sudah pasti. Beliau kemudian mempersiapkan segalanya untuk keluarga yang akan ditinggalkan. Istrinya, kedua anaknya, semuanya beliau persiapkan. Kemandirian financial untuk Bu Itje dan “rekaman video” berisi petuah – petuah bijak untuk diputarkan kepada kedua anaknya setiap Sabtu. Lewat rekaman itu, mendidik anak – anaknya dengan cara yang sangat cerdas dan hangat, meskipun sosoknya tak lagi bersama mereka.

Ada yang menarik dicerita berjudul “Sulung”. Mungkin karena saia anak sulung, jadi ngepas – ngepasin banget sama cerita ini :D

Kamu anak sulung, kamu harus kasih contoh untuk adik – adik kamu.
Saya suka sedih setiap kali ada orangtua yang memberi itu kepada anak sulungnya
Kemudian beliau mencontohkan beberapa hal kepada Bu Itje dan menyimpulkan bahwa “menjadi panutan bukan tugas anak sulung kepada adik – adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orang tua untuk semua anak”

I (totally) agree, Sir!!!!! Betapa banyak anak sulung di luar sana (termasuk saia) yang selalu dibebani dengan “harus jadi panutan”, “harus sukses”, “harus rangking 1”, “harus sekolah di sekolah favorit”, “harus bayarin ini”, “harus bayarin itu” dan harus – harus yang lain. Jika harus jujur, si Sulung akan sangat terintimidasi dan berjalan seperti robot (padahal sebelumnya cantik dan luwes seperti barbie....buat yang cewek). Di keluarga saia, intimidasi seperti itu tidak terlalu banyak, meskipun ada, tapi itu masih bisa terhitung dengan jari.

Di lain cerita, rekaman sang Bapak menayangkan beliau sedang asyik bersama kedua anaknya sibuk membuat replika Kapal Induk. Imajinasi kedua anak dengan sengaja dibawa oleh Sang Bapak untuk dituangkan kedalam Kapal Induk jadi – jadian itu. Ada control tower, meriam, landasan, juga ada cerita di masing – masing area. Makanya, calon suami saia nanti setidaknya punya keahlian lebih membuat barang jadi – jadian seperti, selain saia sangat lemah dalam hail ini, anak – anak pasti lebih senang jika mainannya bikinan sendiri dibantu orang tuanya. Percaya deh, keasyikan itu akan terekam sampai kapanpun, ,eskipun mainannya hanya layang – layang.

Jaman saia masih kecil, Bapak selalu membuatkan saia & Dek Imam mainan. Ada layangan, ketapel, akuarium jadi – jadian, rumah-rumahan burun dara, pancing, mobil2an beroda dari pelepah pisang. Haha, Bapak saia sangat jago di bidang keterampilan, pekerjaan beliau sangat rapih. Sayangnya, itu tidak menurun kepada saia x_x , untuk seni dan keterampilan, nilai saia gak pernah beranjak dari angka 7, sekalinya pernah dapat 8 pas kelas 2 SMA. Untuk mata pelajaran ini, saia sangat tergantung pada beliau, I love you Dad :’)

Satya

Sosok anak Sulung kebanyakan. Cerdas, kuat, tangguh, berprestasi, dapet kerjaan bagus, patuh dan sayang keluarga. Replika umum seorang Bapak muda. Satya belajar banyak dari Sang bapak tentang bagaimana menjadi suami yang baik bagi istrinya dan mendidik ketiga anak laki – lakinya. Sang Bapak menjadi teladan yang baik bagi Satya.

Bapak Muda, Engineer di perusahaan Oil & Gas di Jerman dengan sistem On/Off shift. Berjauhan dengan keluarga, membuat kualitas pertemuan menjadi hal yang sangat berharga bagi dia dan keluarga kecilnya.

Hal yang paling saia ingat dari sosok Satya adalah saat dia mengajarkan Ryan untuk melawan penindasan (bullying) yang dilakukan teman – temannya di sekolah. Satu, dua kali, bisa kita toleransi, kali ketiga adalah batas toleransi, Ryan harus berani melawan penindasan tersebut. Bukan untuk soik jago, bukan juga untuk suatu kemenangan.

“mungkin Ryan akan kalah berantemnya. Tapi Ryan akan memenangkan hormat mereka”

Dulu, saia adalah anak perempuan dengan tingkat ke-cengeng-an diatas rata – rata. Di TK, sepanjang hari harus ada Mbak Ru yang harus nungguin & stand by di jendela/pintu kelas selama pelajaran berlangsung, jika sedetik saja saia liat Mbak Ru gak berdiri di sana, saia akan belingsatan lari keluar kelas, gak peduli guru lagi nerangin apa. Padahal si Mbak Cuma ke toilet bentar x_x

Kebiasaan itu berlanjut sampai hari pertama sekolah SD. Hanya saja sekarang saia diantar Bapak. Dimenit – menit awal, Bapak masih stand by di pintu kelas, akan tetapi setelah 15 menit, beliau sudah tidak terlihat. Daannnnn, seperti biasa, saia belingsatan lari keluar kelas, menemukan Bapak sedang berdiri di pojok depan kelas. Saia nangis. Bapak memukul lengan saya dengan buku dan mendudukkan saia di depan kelas. Beliau duduk disamping saia. Tidak banyak yang Bapak bilang saat itu, hanya “Ika, Bapak mau mengajar dulu di sekolah Bapak ya. Ika disini, belajar, gak boleh cengeng, sudah gede, malu sama teman2 yang lebih kecil, jangan jadi penakut. Jam 10 nanti Bapak kesini lagi.” Saia hanya mengangguk dan membiarkan beliau membimbing saia kembali ke tempat duduk. Berbincang sebentar dengan Wali Kelas untuk menitipkan saia kepada beliau. Wali kelas menghampiri saia dan Bapak pergi mengajar setelah yakin saia sudah bisa ditinggalkan.Sejak kejadian itu, saia gak lagi cengeng. Bahkan saia punya geng yang melawan penindasan kakak kelas, yang meski sudah pasti kalah, setidaknya saia sudah memperjuangkan hak saia & teman2 :D

Dari Satya, saia juga belajar untuk menjadi pasangan yang terbaik untuk istrinya. Dan mengingatkan saia untuk menjadi calon istri yang sholehah, sehat, menarik bagi suami, pinter masak & ibu, guru & teman bagi anak – anak kelak.

“I can’t ask for a better you,
You, however, deserve a better me”

Cakra

Satya, Kakaknya, menyebut dia Pria Tuna Asmara & Gembel Cinta. Ya, dia jomblo, 30 tahun, (mungkin) agak sedikit ganteng, grogi deket sama mahluk bernama perempuan :D

Meskipun dia termasuk pada sekelompok pria kategori culun, tapi saia suka gayanya. Untuk pria culun seperti ini, menjadi pendengar yang baik is a must. Akan ada banyak hal yang tak terduga dan “oh iya ya, betul juga”, yang terkadang kita skip dari kehidupan sehari – hari. Dengarkan setiap celotehnya dan akan kita dapati beberapa petuah bijak :) 

Dia jomblo, bukan karena tidak tertarik pada perempuan, akan tetapi dia begitu mendalami semua pesan Sang Bapak. Dia Jomblo, karena mempersiapkan pernikahannya ke depan. Di usia 30 adalah target pencapaiannya untuk merampungkan persiapan itu. Rumah, pekerjaan mapan, Financial yang sudah dipersiapkan untuk istri dan anak2nya ke depan, semuanya. Sampai di waktu dia harus mempersiapkan calon pendamping hidupnya. 

Pernikahan dari sebuah perjodohan bukannlah sesuatu yang haram atau pun memalukan. Bahkan dari sekian banyak metode untuk menemukan pasangan hidup, menurut saia, perjodohan dari orang tua adalah metode yang paling jitu dan aman.  

Satu, Orang tua tidak akan mengenalkan anaknya pada orang yang gak kuat agamanya
Dua, Orang tua tidak akan mengenalkan anaknya pada keluarga yang tidak jelas/jelek bibit & bobotnya
Tiga, ketika kedua orang tua mengenalkan anak – anak mereka, 90% kemungkinan restu sudah di tangan
Empat, persaingan dimatikan. Si laki dikenalkan pada perempuan, orangtua dari perempuan tsb akan menutup laik – laki lain untuk mendekati anak perempuannya

Beberapa cuplikan yang saia catat untuk bekal (setidaknya) persiapan mental menjelang pernikahan kelak:

“Kata bapak saya...dan dia dapat ini dari orang lain. Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama – sama kuat. Bukan yang saling mengisi kelemahan, karena 3 – 3 = 0 sedangkan 3 x 3 = 9”

Di lain kutipan :

“Saya pilih kamu (sebagai istri).
Tolong pilih saya, untuk menghabiskan sisa hidup kamu. Dan saya akan menghabiskan sisa hidup saya bersama kamu.
Percayakan hidup kamu pada saya. Dan saya penuhi tugas saya padamu, nafkah lahir dan batin
Pindahkan baktimu. Tidak lagi baktimu kepada orangtuamu. Baktimu sekarang pada saya.”

Begitulah, buku ini sangat mengena dan menorehkan begitu banyak pesan dibenak saia. Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga & orang lain atau setidaknya menjadi pribadi yang tidak menyusahkan orang lain, itu sudah cukup.

Hujan diluar sudah reda. Jam 1 siang. Waktunya mengisi perut, have a great weekend ;)

Reading is hot...writing is cool B-)